9 Jalur Terusan Antara Pantai Barat dan Pantai Timur

 

FOTO: Peta Sulawesi Utara dan Tengah tahun 1919. FOTO: KITLV


R. Boonstra van Heerdt, dalam tulisannya berjudul De Noorderarm Van Het Eiland Celebes, Van Paloe Tot Bwool, yang terbit di Tijdschrift van Het Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap edisi kedua nomor XXXI tahun 1914, menggambarkan beberapa hal, terkait situasi kawasan leher pulau Sulawesi, yang membentang dari Palu hingga Buol. Tulisan tersebut diambil dari laporan eksplorasi yang dilakukan oleh Boonstra selaku kapten staf umum Afdeeling Midden Celebes, dari 9 September 1911 hingga 2 Februari 1912.

Di sepanjang leher Pulau Sulawesi ini dari Palu hingga Buol, Boonstra mencatat ada 12 jalur terusan yang menghubungkan wilayah pesisir barat dan pesisir timur. 12 jalur terusan ini antara lain jalur Tawaeli –Toboli, jalur Labuan – Pombesua, jalur Alindau – Toribulu, jalur Tondo – Toribulu, jalur Tompe – Donggulu, jalur Tovia – Kasimbar, jalur Siweli – Tada, jalur Sioyong – Sigenti, jalur Sojol- Tinombo, jalur Dondo – Palasa, jalur Bulutong – Tomini dan jalur Moutong – Buol. Namun pada tulisan ini, saya hanya akan menjelaskan mengenai 9 jalur terusan yang melintasi wilayah pesisir barat, yang kini dikenal dengan nama kawasan pantai barat Kabupaten Donggala.    

       Jalur Tawaeli - Toboli

Boonstra menjelaskan, rute jalan ini telah ditentukan oleh pemerintah kolonial, hanya menggunakan survei yang sangat umum tentang pegunungan. Namun kata dia, jalur ini telah dipilih dengan baik, meskipun nanti akan muncul jalan yang lebih baik dan lebih lurus, yang diperoleh dengan pengalihan. Jalan di sisi Toboli menanjak ke dataran rendah, berbalut alang-alang dan lereng.

Jalur ini melalui pegunungan yang tidak berpenghuni, yang membuat konstruksi dilakukan tanpa pengawasan teknis, bahkan lebih sulit. Jalur tersebut naik dan berbentuk zig-zag. Di ketinggian celah, di dekat pancuran dengan air pegunungan yang segar dan jernih, ada gerbang batu yang dilalui dengan jalan setapak, yang digali melalui punggung bukit yang sempit. Setelah melewati gerbang ini, terlihat Teluk Palu.

Dari Toboli, kita melintasi daerah aliran sungai, meninggalkan hutan yang kaya akan rotan dengan frambozen dan dan begonia yang menggantung di jalan. Jalan setapak mengarah ke perbukitan tandus dan lereng gunung yang menghiasi lanskap. Dari sini, di pagi hari ada pemandangan indah yang tak terlukiskan, di atas teluk biru jernih Palu dan di atas pegunungan tinggi di belakangnya, yang melandai dengan lembut dari Gawalise ke Tanjung Karang.

Di kedua ujungnya, ada jalan lebar dan lurus yang mengarah dari pantai ke kaki gunung. Rute Tawaeli-Toboli dapat diselesaikan dengan menunggang kuda dalam waktu 6 jam.

2.       Jalur Labuan - Pombesoa

Boonstra menyebut, jalur terusan yang terletak antara jalur Tawaeli - Toboli dan Tovia – Kasimbar, jarang atau tidak pernah digunakan, dan tidak bernilai sebagai jalan raya.

Untuk akses jalur Labuan – Pombesoa, dari Labuan, kita pergi ke pemukiman kecil Roto di sepanjang jalan setapak melalui kebun pohon kelapa di dataran. Kemudian kita akan menemukan Sungai Takuwano, yang jika diikuti ke hulu, sampai ke asalnya di Gunung Sumau. Setelah melintasi daerah aliran sungai, kita segera turun ke dataran, di mana jalan setapak bertemu dengan aliran Sungai Pombesoa kecil dan mengikutinya hingga mendekati pantai.

3.       Jalur Alindau - Toribulu

Boonstra menyebut, selain jalur Alindau – Toribulu, sebenarnya ada 2 dan 3 jalur terusan lagi, yaitu dari Tibo ke Ampibabo.

Jalur Alindau mengikuti alur Sungai Alindau, lalu mengikuti anak Sungai Ompopi, menuju hulu. Pada ketinggian kurang dari 600 M, kita melintasi aliran sungai dan kemudian turun ke jurang di Sungai Tanasa. Di dekat pemukiman Toriogo, jalur itu bergabung dengan jalur yang berasal dari Tondo. Dari sini jalan yang bagus mengarah ke Tasiendja ke Toribulu.

4.       Jalur Tondo - Toribulu

Jalur ini melewati sebuah jalan setapak melewati dataran dari Tondo, melewati beberapa kelompok kecil rumah penduduk ke Sungai Siwayu, kemudian menyusuri alur sungai ke hulu, ke tempat sugai tersebut bergabung bergabung dengan Sungai Enei. Sungai ini terhalang oleh batu-batu besar. Kita kemudian menyusuri sungai ini dengan mendaki ke hulunya di Gunung Bukaja (± 604 M). Di sisi lain, kita menyusuri Sungai Siboloto, yang mengalir melewati Toriogo, di mana jalurnya bergabung dengan jalur menuju Tasiendja, yang mengarah ke Toribulu.

5.       Jalur Tompe - Donggulu

Jalur ini melewati jalan setapak yang membentang di sepanjang tepi kanan Sungai Tompe, melalui pohon kelapa dan ladang, hingga mencapai hulu sungai, di Gunung Panambaila (sekitar 890 M). Setelah melewati daerah aliran sungai ini, kita mencapai Sungai Taipa, yang kemudian menyatu dengan Sungai Lamudja Pana. Di Lobo,  kita meninggalkan alur sungai, mengarah ke jalan yang baik, yang mengarah ke Tajio, selanjutnya ke Donggulu.

6.       Jalur Tovia ke Kasimbar

Boosntra menyebut jalur terusan ini tipenya sama dengan tipe jalur terusan lainnya yang melewati kawasan pegunungan dan jalur sungai. Namun, jalur ini digunakan lebih sering dari jalur lain, karena dua laut paling dekat satu sama lain. Aliran sungai di jalur ini bahkan tidak setinggi 350 M. Dari pantai di Tovia adalah jalan yang hampir lurus, yang banyak digunakan oleh masyarakat yang menuju ke kebun mereka yang terletak di lembah Tambu. Saat jalur muli menemui dataran menyempit, di mana bukit pertama dimulai, jalan setapak berakhir dan menyatu ke jalur Sungai Tovia, menuju hulu di Gunung Halumuti.

Kemudian, sebuah punggung bukit yang tajam didaki, setelah itu, kemudian menyusuri penurunan tajam  menyusuri alur hulu Sungai Halumuti. Kita berjalan di atas kerikil dan pasir, dan melalui air. Perjalanan turun dilalui selama 3 jam dan di sana, mereka mencapai dataran yang tertutup hutan lebat. Ada banyak rotan di hutan. Perlahan-lahan, hutan masuk ke dalam kayu muda yang tumbuh di ladang yang sepi, dan mencapai dataran alang-alang yang patah di sana-sini oleh petak-petak kecil hutan.

Di ujung timur kampung Kasimbar, jalan setapak yang melewati alang-alang berubah menjadi jalan lintas Kasimbar selebar 7 m, yang mengarah langsung ke pantai tempat berdirinya rumah tua Maradika yang bobrok, dengan tiang bendera di depannya.

Boonstra mengisahkan, rombongannya berangkat dari Kasimbar pukul 5 pagi, menginjakkan kaki pertama di perairan Sungai Halumuti pukul 9, istirahat di Gunung Halumuti, dan sampai di Tovia sekitar pukul 4 pagi. Di jalan, rombongan tidak menemukan makhluk hidup.

7.       Jalur Siweli - Tada

Boonstra menyebut, Siweli tidak langsung berada di pantai, tetapi sedikit lebih jauh ke pedalaman, di tengah kebun kelapa dan jagung. Jalur terusan ini membentang di Sungai Siweli menuju hulu, ke tempat sungai membentuk air terjun dengan ketinggian sekitar 15 M. Di Gunung Duria, terdapat daerah aliran sungai setinggi 350 m, yang kemudian turun ke Sungai Topoero, anak sungai Tokolola, di mana terdapat kampung kecil Berendia. Sungai Tokolola merupakan anak sungai dari Sungai Lambani, yang dilanjutkan dengan menyusuri Bukit Onjeng setinggi 150 m. Turun dari bukit ini, kita mencapai dataran, di mana jalan setapak mengarah ke Tada, melewati ladang Pangkoang, dengan beberapa rumah kebun.

8.       Jalur Sioyong - Sigenti

Jalur inimelewati jalan setapak melewati dataran di atas pemukiman Lambono, yang sekarang ditinggalkan. Kemudian, kita melintasi punggung bukit rendah di sana-sini melalui banyak anak Sungai Weme, kemudian Sungai Silandojo, yang naik pada 55 M menuju Gunung Tinana. Daerah aliran sungai ini sangat dekat dengan pantai Tomini. Di sisi lain bukit yang disebutkan di atas, terdapat kampung Ogodjala, yang berada di sisi kiri Sungai Sigenti, yang jika disusuri, menuju ke kampung Kulawi (pondok Toraja pencari rotan dari gunung), yang berjarak satu jam berjalan kaki. Di atas Sigenti, disebut juga dengan daerah Tape.

9.       Jalur Sojol ke Tinombo

Jalur ini bermula dari jalan beruas tiga yang dimulai dari Bambatona, dari mulut Sungai Siboang atau dari Sungai Sialipang, tetapi semua jalan bertemu di jalur sungai di tengah, yang harus diikuti lebih jauh ke hulu, ke air terjun setinggi sekitar 20 m. Di sini, kita melewati sungai dan mendaki Gunung Lota, melwati daerah aliran sungai setinggi 1500 m. Di punggung bukit ini, jalurnya tidak bisa dikenali di banyak tempat.

Dari Lota, kita menuruni lereng yang sangat curam ke Sungai Tinombo, yang mencapai ketinggian 300 m. Kita berjalan di sungai ini sampai ke kampung Dusunan, di mana jalan menuju Tinombo di dekatnya.

 

Post a Comment

0 Comments