Toko Teng Hien dan Wajah Ekonomi Kota Donggala di Masa Lalu

FOTO: Papan nama Toko Teng Hien yang terpampang di bangunan Sekretariat Donggala Heritage di Jalan Mutiara, Kelurahan Boya, Kota Donggala. FOTO: REZA ADITAMA


Matahari bersinar terik menjelang siang di Kota Donggala. Hembusan angin kering dari arah laut sesekali berupaya menyejukkan suasana gerah yang hadir. Lalu lintas di Jalan Mutiara yang terletak di Kelurahan Boya, Kota Donggala lengang. Hanya sesekali kendaraan roda dua melintas. Sejumlah buruh melakukan aktivitas bongkar muat dari truk bermuatan barang campuran di depan kompleks pertokoan, di ujung jalan tersebut.

Saya berhenti di sebuah bangunan tua di sudut Jalan Mutiara itu. Masih nampak sisa kebakaran yang menghanguskan sebagian ruangan di bangunan itu. Kurang lebih setahun berselang dari kunjungan terakhir saya di 2022 lalu, tata ruang dalam bangunan berubah. Ruang depan yang semula kosong, kini telah terisi beberapa rak berisi buku berbagai genre, sedangkan di sudut ruangan, terdapat sebuah booth coffe shop dengan beragam alat pengolah kopi.

Papan nama bertuliskan “Toko Teng Hien” yang setahun lalu teronggok di samping tangga menuju lantai dua, kini telah terpampang di atas pintu yang menghubungkan atara ruang depan dengan studio musik di ruang tengah. Papan nama ini menjadi penanda satu-satunya status bangunan ini sebagai sebuah toko, sebelum kemudian menjadi bangunan yang bertransformasi jadi ruang kreasi bagi para pekerja kreatif di Donggala.            

Kawasan Jalan Mutiara di jantung Kota Donggala ini, dikenal sebagai salah satu kawasan ekonomi di Kota Donggala. Dokumen Memori Serah Terima Onderafdeling Donggala yang disusun oleh Kontrolir Donggala, C.H. ter Laag pada tahun 1920 mencatat, aktivitas perdagangan di Kota Donggala dipelopori oleh orang Tionghoa dan Arab. Pemukiman dan usaha dagang mereka terkonsentrasi di wilayah Boya di Kota Donggala, yang berdekatan dengan Pelabuhan Donggala sebagai jantung ekonomi Kota Donggala.   

Sejarawan Donggala, Jamrin Abubakar menyebut, di masa jayanya, kawasan ini merupakan kawasan yang sibuk. Aktivitas bongkar muat di kawasan ini hampir tidak pernah sepi. Puluhan mobil truk mengangkut barang dari kapal yang sandar di pelabuhan Donggala. Hadirnya pelabuhan Pantoloan pada 1978, mereduksi aktivitas ekonomi ini.

Tidak banyak referensi yang bisa menjelaskan tentang asal usul bangunan eks Toko Teng Hien di Jalan Mutiara ini. Jamrin menyebut, nama toko ini diambil dari nama sang pemilik, Teng Hien. Mengenai asal usul Teng Hien dan sepak terjangnya sebagai pedagang, masih membutuhkan effort lebih untuk menelusurinya.

Satu-satunya dokumen yang hadir membahas Toko Teng Hien adalah surat kabar De Tijd edisi 1 September 1937. Surat kabar ini melaporkan tentang kebakaran yang menimpa toko-toko milik pedagang Tionghoa di Kota Donggala pada 31 Agustus 1937. Kebakaran yang terjadi pada malam hari ini menghanguskan banyak toko-toko milik pedagang Tionghoa di Donggala. Tidak ada korban jiwa dalam kebakaran ini, namun kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran hebat ini, diperkirakan mencapai 60.000 gulden. Dari sebagian besar toko-toko milik pedagang Tionghoa yang terbakar ini,  hanya sebagian kecil yang diasuransikan. Surat kabar ini melaporkan, Toko Ban Soen dan Teng Hien mengalami kerusakan paling parah akibat kebakaran tersebut.

FOTO: Surat kabar De Tijd edisi 1 September 1937 yang memuat laporan mengenai kebakaran toko toko mili pedagang Tionghoa di Kota Donggala. FOTO: DELPHER


Ban Soen sendiri pascakebakaran tersebut, akhirnya lebih memilih untuk fokus mengurusi usaha dagangnya di Palu. Di Palu, Ban Soen memiliki usaha pabrik es, juga penggilingan padi dan jagung, yang berada di wilayah Siranindi. Masyarakat Palu disebut memanfaatkan penggilingan ini dengan baik, dengan 10 persen dari hasil penggilingan sebagai upah pengupasan atau penggilingan. Di Donggala, Ban Soen dikenal sebagai pengusaha hotel bernama Himalaya. Jamrin menyebut, Hotel ini merupakan hotel dengan konsep hotel terapung. Akademisi Universitas Tadulako (Untad), Amar dan Aziz Budianta menyebut, Hotel Himalaya dibangun di kawasan Pelabuhan Donggala pada tahun 1905 oleh Ban Soen dengan ijin dari Raja Banawa, Lamarauna.


Post a Comment

0 Comments